Senin, 31 Oktober 2011

Ratu di hatiku #5

Jam menunjukan pukul 6 pagi, mita pun perlahan membuka mata nya, saat melirik jam dan melihat masih sangat pagi mita pun berniat kembali tidur, namun di urungkan nya saat mendengar suara wahyu yang sedang menelfon.

Mita pun langsung bangun dan turun dari ranjang.

"sudah bangun, maaf ya aku berisik." ujar wahyu tampak dari raut muka nya sangat menyesal.

"eengga ko, harus nya aku yang minta maaf, kesiangan." tukas mita seraya menundukan kepala nya. Ia sangat malu di hari pertama nya ia menjadi istri seseorang malah menunjukan sisi buruk nya. Susah bangun.

"hahaha, masih jam 6, kalau masih ngantuk tidur aja." ujar wahyu.

"engga, aku mau mandi," ucap mita lalu bergegas menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar nya.

****

Air mata ini tak tertahan lagi, namun aku berusaha sekuat mungkin untuk tetap tegar.
Ya, ini sarapan terahir Mita bersama keluarga nya, karena suatu alasan yang mendadak membuat Mita dan Wahyu harus cepat cepat pergi ke jogja. 

>***

Jogja.

Dalam perjalanan menuju Rumah kediaman keluarga Wahyu, di mobil, mita lebih banyak diam, pikiran nya sibuk membayangkan hari hari yang akan ia lalui di kota ini. Mungkin pengaruh duduk terlalu lama di dalam pesawat membuat mita merasakan pinggang nya sakit. 

"tenang saja, sebentar lagi sampai" ujar wahyu yang menangkap gelagat kurang nyaman di posisi duduk mita.

"bagus lah, pinggang ku serasa mau copot" keluh mita.

Wahyu tersenyum dan mengusap lembut kepala mita " sabar yah" ucap nya.

Mita mengangguk dan tersenyum terpaksa membuat wajah nya terlihat sangat aneh. Dan wahyu pun tertawa.
"kenapa? Ada yang aneh?" tanya mita kebingungan melihat suami nya tertawa sembari menatap diri nya. 

"engga, ga ada apa apa" kilah wahyu berusaha menguasai dirinya untuk menahan tawa.

Mita pun melengos tanda kurang puas dengan jawaban yang di berikan wahyu. Ia kemudian sibuk memandangi pemandangan yang terhampar di samping kiri jalan, "sungguh indah" gumam nya dalam hati.

***

Setelah sampai di rumah keluarga wahyu, mita pun di sambut oleh keluarga wahyu, tapi karena mita terlalu lelah, ia pun memutuskan untuk izin ber istirahat sejenak, lagipula nanti malam juga akan ada perjamuan makan malam di sini untuk memperkenal kan mita kepada keluarga besar wahyu.

Mita merebahkan tubuh nya di kasur, "terasa empuk, berbeda dengan kasur yang di jakarta, mungkin karena terbuat dari kapuk asli." gumam mita, harum aroma terapi yang berada di kamar itu membuat mita merasa tenang, apalagi wewangian dari bunga melati segar yang tersebar indah di seluruh ruangan. Mita pun terlelap dalam tidur sore nya.

Jam 7 malam mita pun telah bersiap siap untuk menghadiri jamuan makan malam yang di tunjukan untuk penyambutan diri nya

Mita mengenakan kebaya berwarna putih gading dan batik berwarna ke emasan, rambut nya di sanggul dengan tatanan yang lebih sederhana, bunga melati yang di rangkai indah membentuk bulatan bak bunga tristan pun tertempel indah di sisi kiri kepala nya, make up minimalis membuat ia sangat cantik dan anggun. Yang membuat mita kurang nyaman hanya sepatu ber hak tinggi yang ia gunakan, menggunakan hak setinggi 9cm dengan kain yang melilit kencang di bagian paha membuat mita harus hati hati. Salah salah, kain nya bisa saja robek atau dia terjatuh. Mita bergidik sendiri bila tragedi itu benar benar menimpanya, di hari yang sangat penting dalam sejarah pernikahan nya dengan wahyu. Oh tidak, malu seumur hidup pasti nya. 

"kenapa tidak pakai gaun saja, itu kan lebih simpel" keluh mita 

"sudahlah, toh nanti juga kamu bakal terbiasa." ujar wahyu.

"terbiasa? Oh tidak bisa, cukup sekali aku menyiksa diriku dengan pakaian ini." mita memprotes.

"suatu saat nanti kamu akan bangga dengan pakaian adat jogja ini." ujar wahyu lalu keluar kamar meninggal kan mita.

"tidak akan pernah." teriak mita, wahyu hanya melambaikan tangan nya tanpa menoleh tanda ia tak peduli dengan protesan mita.

>*

Setelah acara sungkeman dan salaman ke semua tamu, mita pun pergi ke pojok ruangan untuk meluruskan kaki nya yang terasa kram dan ia merasa rahang nya mengeras akibat tersenyum terus sepanjang acara. 

"membosankan yah acaranya?" tanya seseorang dari arah belakang.

Mita menengok mencari sumber suara dan melihat siapa yang barusan menyapanya.

"Ikmal.? Oh tidak juga, hanya sedikit lelah saja" ujar mita.

"tapi loe keliatan ga nyaman" ujar mita.

"loe?"batin mita.

"hei, ko bengong" tegur ikmal.

"eh iya, hanya kurang nyaman dengan kebaya ini aja." ujar mita.

"di liat dari penampilan, dan gaya bicara, seperti nya kurang meyakinkan kalau loe adik nya wahyu." ujar mita merasa heran kepada adik ipar nya itu.

"hahaha, ga mirip yah, gue emang ga terlalu suka dengan suasana kaku seperti ini." ujar ikmal 

"maksud nya?" tanya mita kurang paham.

"gue adik kandung nya mas wahyu, beneran. Cuma gue emang ga tinggal di sini tapi di jakarta''terang ikmal.

"ooh,, pantesan loe aneh gitu yah." komentar mita yang memang sudah merasa aneh dengan penampilan ikmal yang nyentrik dan jauh dari kesan tradisional.

"yee, aneh aneh gini, banyak loh cewe yang ngantri sama gue." ujar ikmal membanggakan diri nya sendiri.

"ngantri mau ngegampar muka loe maksudnya.haha" cibir mita seraya tertawa.

"sialan loe" ujar ikmal meninju pelan lengan mita.

"eit, gini gini, gue kaka ipar loe yah." ujar mita,lalu menangkap tangan ikmal dan menepis nya.

"mas wahyu itu walau terlihat dingin dan kaku, tapi dia sangat perhatian dan setia.jadi jangan pernah salah paham dengan sifat diam nya dia yah." ujar ikmal.

Mita terdiam, ia terkejut mengapa ikmal memberitahu nya tentang hal itu, padahal mita tak menyinggung nya.

"dan tentang semua yang di katakan mas wahyu tadi, tidak usah di masukan ke hati, dia hanya bercanda dan mengoda loe aja" lanjut ikmal.

"maksudnya apa?" tanya mita 

"yang tentang loe harus pake kebaya setiap hari, itu cuma lelucon, toh kalian berdua tidak akan tinggal bersama ibu di sini." jawab ikmal.

"jadi?" mita benar benar bingung.

"haha, loe tuh lemot banget yah, maksud nya loe sama mas wahyu ga akan tinggal di sini, jadi loe bebas mengenakan baju sesuka hati loe, kecuali kalau ada ibu berkunjung atau sebalik nya." ikmal menjelaskan nya dengan gemas.

"wahyu ko ga bilang yah" ujar mita.

"kan gue udah bilang, mas wahyu itu kalau ga di tanya dia pasti diam, jarang dia bisa terbuka sama orang lain." ujar ikmal mulai gemas dengan kaka ipar nya itu.

"termasuk sama istrinya"

"ya, termasuk sama istri nya yang baru di kenal nya" ujar ikmal menambahkan.

"tapi loe tenang aja, cepat atau lambat kalian juga akan terbiasa dan lebih terbuka, asal ada kemauan aja, terutama loe." ucapan ikmal membuat mita tersentak kaget.

"kenapa mesti gue?"

"karena mas wahyu bukan tipe orang yang begitu saja bicara kalau tidak ada topik atau yang memulai" jelas ikmal.

"dan gue termasuk orang yang punya rasa ingin tau yang besar dan cerewet, itu maksud loe" omel mita, ikmal pun tertawa.

"itu loe nyadar." ujar ikmal.

Mita tersenyum kecut. Tapi dalam hati nya ia merasa bersalah pada ikmal, pertemuan pertama nya dengan ikmal, dia merasa ikmal sangat aneh dan berburuk sangka pada nya, tapi anggapan nya ternyata salah, ikmal orang yang mudah bergaul dan jujur saja sangat bijaksana, tapi tetap saja masih ada sisi kurang ajar nya. Dengan kaka ipar mamakai bahasa loe gue, dan tidak menyebut "kaka" kepada mita. Tapi justru membuat mita merasa senang dan mudah akrab. 

"makasih yah, saran dan nasehat nya" ujar mita tulus dari lubuk hati.

"ok, ini juga buat kebaikan kaka gue, tapi lain kali loe harus bayar kalau minta nasehat ke gue" canda nya.

"mata duitan" ledek mita.

Mereka pun tertawa.

"sekarang gue paham, kenapa ikmal dulu memperhatikan gue sebegitu teliti, selayak nya orang yang hendak membeli barang, itu semua demi kaka nya, sungguh adik yang sangat berbakti," gumam mita dalam hati.


#bersambung

Ratu di hatiku #4

Hari pernikahan Mita dan Wahyu pun tiba., terbesit di benak Mita untuk kabur saja, tapi ia tak mau membuat keluarga nya malu.

Walau ia telah sedikit mengenal Wahyu, tapi masih terasa aneh buat nya kalau harus menikah secepat itu, terkesan sangat buru-buru.
Apalagi buat Mita, gadis yang sangat hati-hati dan tertutup akan masalah cinta.

"sayang, apa sudah siap kamu nak?" tanya mama Mita dari balik pintu kamar anak sulung nya itu.

"sebentar lagi mah," jawab Mita, tak bergeming dari tempat nya.

Tak ada jawaban lagi dari luar, mama Mita seperti nya sudah pasrah, untuk ke sekian kali ia memanggil putri nya itu, tapi jawaban nya tetap sama, belum siap. Dara dan papah nya pun juga sangat panik karena sudah lewat satu jam dari waktu yang sudah di tentukan.
Wahyu dan keluarga nya juga cukup cemas.

Sementara Mita masih ngengunci diri di dalam kamar, ia duduk termenung di depan cermin. Memandang pantulan diri nya, tampak cantik dan anggun dalam balutan busana pengantin adat jawa tengah itu. Mita tampak seperti putri keraton. Namun sayang wajah murung nya membuat ia tampak lesu.

"seharus nya aku bahagia di hari ini, ini adalah hari paling penting dalam proses kehidupan ku ini, ayalah Mita semangat." gumam Mita menyemangati diri nya sendiri.

Akhir nya Mita pun keluar dari kamar nya dan berjalan menuju ruang tengah untuk melaksanakan akad nikah.

Semua mata menatap kagum ke arah Mita, tampak kelegaan di wajah keluarga kedua belah pihak menyaksikan Mita.


Pernikahan memang di gelar di kediaman keluarga Mita.
Segenap rangkaian acara pernikahan pun berjalan cukup lancar, dan setelah acara selesai, keluarga Wahyu pun pamit untuk pulang, karena harus mempersiapkan resepsi pernikahan Wahyu dan Mita yang akan di gelar di jogja.

###

Di dalam kamar Mita duduk termenung, menatap ke sekeliling kamar nya yang penuh dengan nuansa pengatin baru. Mita memutar badan nya menghadap cermin dan menghapus sisa make up yang menempel di wajah nya, leher nya terasa sangat sakit, mungkin di akibatkan sanggul dan ornamen pengantin yang terpasang di kepalanya, kepala nya juga sangat pusing, segala kesakitan yang ia terima hari ini. Di tambah gaun pengantin yang sangat merepot kan membuat Mita ingin langsung membenamkan kepala nya di bawah bantal.

"belum tidur,," tegur Wahyu.

"sebentar lagi, kamu sudah mandi?" ujar Mita seraya bertanya.

"aku tidak terbiasa mandi selarut ini," jawab Wahyu, ia tersenyum manis ke arah Mita.

"oh iya, ada yang ingin aku bicarakan kepada mu, belum mengantuk kan?" tanya Mita.

"belum, mau bicarakan apa" jawab Wahyu.

Mita terdiam sesaat, ia tampak mengumpulkan segenap perhatian nya dan mulai merangkai kata yang tepat di otak nya.


"aku harap kamu tidak salah paham, tapi ini hanya satu permintaan dari ku" ujar Mita memulai pembicaraan.

"maksud kamu?" Wahyu tampak bingung dengan ucapan istri nya itu.

"aku tau, aku ini istri kamu. Sudah sewajar nya dan kewajiban ku melayani kamu lahir dan batin, tapi aku perlu waktu, bisa kah kamu mengerti." ujar Mita sembari menunduk kan kepalanya.

Wahyu tersenyum mendengar ucapan Mita. " aku mengerti, tidak mudah untuk kamu, menyerahkan seluruh hidup kamu untuk orang yang baru kamu kenal, aku juga begitu" ucap Wahyu.

"bukan, bukan itu maksudku tapi mmm___" ucapan Mita di potong oleh Wahyu.

"sssttt, aku tau dan paham,kamu tak perlu merasa bersalah" ujar Wahyu,,

"kita mulai dari awal, dan mungkin dengan persahabatan, tidak ada salah nya kan bersahabat dengan suami kamu." ujar Wahyu.

"terima kasih yah, sahabatku." ucap Mita tersenyum manis.

"ok,sekarang kita tidur yah, seperti nya kamu sangat lelah," usul Wahyu.

Mita pun mengangguk dan bangkit berdiri menuju tempat tidur di ikuti Wahyu.

#bersambung

Rabu, 26 Oktober 2011

Detik-Detik Kematian #Cerpen

By: Sylviana Pramita Part II

“ mitaaaa!!!” tiba-tiba megi berteriak memanggilku, langkah-langkah sepatunya terdengar menghentak keras.
“ ada apa gi?”tanyaku heran setelah dia berdiri di depanku.
“kemarin aku liat kamu diMetro. Kamu di panggil-panggil gak denger. Belagu!”
“ di Metro?”
“ iyaa, nanti gue difoto yaa!”
“di Foto?”
“ iya, lo kan kemarin beli tustel!”
“ Beli Tustel? Gak, gue gak beli apa-apa!” tegasku, lalu berjalan masuk kelas.
“gue ngeliat lo disana! Waktu gue lagi makan malam sama nyokap, gak jauh dari toko tempat lo beli tustel itu!” ucap megi sambil mengejarku.
“gak, aku gak beli tustel kemarin, tapi aku memang udah lama mau masuk klub fotografi.” Aku meninggalkan megi dan buru-buru duduk dikursiku.
                Megi masih keheranan saat aku menoleh ke belakang. Hmm aneh juga, pikirku. Masa Megi melihatku membeli tustel di Metro. Tapi siapa sebenernya yang aneh hari minggu kemarin aku gak pergi kemana-mana.
*
“ hai mit, kamu kemarin ngapain dirumah sakit?” Tanya Rio keesokan harinya saat aku baru dating. Dia memperhatikanku sambil tersenyum.
“Di rumah sakit? Kapan?” tanyaku sambil balik menatapnya.
“ tadi malam, dirumah sakit RCM.”
“ Tadi malam? Semalam aku gak kemana-mana. Aku ngerjain peer sampai jam sebelas. Selesai ngerjain peer, aku nonton tv sebentar , terus tidur!”
“loh? Jadi yang semalam aku liat dirumah sakit tuh bukan kamu yah?”Rio menutup bukunya dan memandangku lebih tegas .
“ya bukan lah!” ketusku singkat.
“masa sih? Tadi malam pas aku mau manggil kamu, kamu jalannya buru-buru banget sih!”
“ kamu salah liat kali yo?”
“bener Mit, masa aku salah liat sih?” ucap Rio masih menatapku, seakan-akan meminta kejelasan.
“emang kamu ngapain dirumah sakit?”
“ sepupu mamaku diopname, tapi baru semalam aku jenguknya, pas aku lagi diruangan tante mulan, aku ngeliat kamu dari jendela, di panggil gak nyaut, yaudah aku keluar tapi kamu udah ngilang!” jelasnya
“ sumpah deh yo, kali ini aku yakin banget klo kamu tuh salah liat! Aku gak sakit apa-apa kok bias kamu liat dirumah sakit!”
“ aku kan udah lama kenal kamu, aku juga kan pernah jadi pacar kamu masa aku gak bias bedain mana Mita, mana orang lain?”
                Aku menarik nafasku, menatap wajah Rio yang terus-terusan meminta pengakuan yang sebenarnya atas apa yang dilihatnya!
“udah deh yo, aku bingung! Kemarin megi pacarmu liat aku di Metro lagi beli Tustel, padahal aku gak kemana-mana, aku ada dirumah.”
“bener deh Mit, rasanya aku gak salah liat! Mataku ini masih normal loh. Aku kemarin liat kamu pake pakaian Rumah Sakit, tapi kok sekarang kamu sehat yah?”
“kan aku udah bilang, aku tuh sehat Rio. Kan berarti kamu yang salah liat! Huh -,-“!”
“ tapi kok mirip banget sama kamu yah?”

“ udah deh yo, mata kamu pakein kacamata kuda sana!” sentakku akhirnya lalu meninggalkan Rio, tapi lewat ekor matanya masih melirikku penasaran!
**
“ Mit, ada yang aneh. Sebentar deh!” Ikmal menarik tanganku begitu aku sampai dikantin. Kupandangi Ikmal yang sudah setahun ini menjadi ‘teman spesialku’. Ada apa lagi nih hari ini, pikirku.
“tadi malam aku mimpi, aku ketemu Dara!”
“ Dara?”
“ iya, kamu kan tau, Dara udah meninggal 8bulan yang lalu!”
Aku seketika antusias “ terus memang nya kenapa?”Tanya ku heran.
“ aneh deh Mit, di mimpiku itu kami ngobrol lalu dia bilang katanya kamu dating kerumah jam 8, pas banget dara lagi duduk diteras, katanya kamu nyari aku, tapi aku lagi gak dirumah!”
“ hah? Aku kerumah trus yang nemuin Dara?”
“ iya mit, emang bener yah? Kamu kerumah trus yang nemuin Dara?” Tanya Ikmal dg memasang wajah oon-nya .
“kamu jangan ngaco deh mal, aku kan gak pernah kerumah kamu kecuali ya sama kamu!”
“ oh, yaudah atuh sayang jangan di bawa serius, namanya juga mimpi! Iya gak?”
“ yee, yang serius itu kan kamu! Huh mimpi aja di percaya! Aku haus nih.”
“ yaudah aku pesen minum dulu yah!”
                Ikmal  lalu mengambil 2 teh botoldari kulkas kantin, pikiranku menerawang, cerita Ikmal sepertinya sama kea ceritanya Megi dan Rio. Aneh juga sih Megi melihatku di Metro, Rio melihatku di rumah sakit, dan sekarang Ikmal mimpi klo aku ketemu sama Dara adiknya yang udah meninggal sejak 8 bulan lalu . sungguh aneh .
***
                Ketika aku pulang sekolah, papa tiba-tiba menyambutku dengan wajah gembira diruang tamu, tentu saja bersama mama!
“ Mita, untung aja kamu udah pulang. Papa sama mama udah berunding soal keinginan kamu buat masuk klub fotografi dan hasilnya kami setuju!”
“ asyiiik, makasih mah, pah!” kucium pipi mamah dan papahku secara bergantian. Papa menyodorkan sebuah amplop yang terasa cukup berat, kulihat terdapat segepok uang ratusan ribu rupiah.
“baru sekarang papa mengabulkan keinginanmu, beli lah tustel dan belajarlah sungguh-sungguh, karna fotografi bukan hobby yang murah!”
“beres pa, Mita gak akan ngecewain mama dan papa kok!”
                Papa membelai lembut rambut pendekku. Akhirnya aku bias memiliki kamera dan pelengkapnya! Sore harinya aku berangkat ke Metro sendiri karna papa gak bias mengantarku, sesampainya aku di metro, aku mengeluarkan catatan dari kak Wahyu pembimbing klub fotografi, pemilik took merinci catatanku hingga semua jenisnya terkumpul, uangku yang tersisa aku belikan roll film, dan semua kumasukkan ke dalam tas! ‘horeee , lets go!’ hari ini juga aku akan menemui kak Wahyu.
                Saking gembiranya, setelah keluar dari took kamera, aku malas untuk naik jembatan penyebrangan. Aku berlari menembus jalan raya tanpa kusadari mobil-mobil tengah berlalu lalang dengan kencang, aku tiba-tiba terperangkap di tengah jalan. Duh mati aku! Sebuah mobil dengan bempeer yang cukup besar mendadak sudah berada didekatku, aku bingung dan mencoba nekat berlari meneruskan menyebrang, tapi mobil itu sudah terlebih dahulu mendekat, bahkan seperti mengejarku! Dan mobil itu menerjangku dengan kecepatan yang luar biasa, tubuhku terlempar dan terhempas.
                Aku pun tergeletak di pinggir jalan, anehnya Cuma sekejap sakit yang kurasakan lalu aku melihat dengan jelas sosok tubuh seorang gadis berambut pendek, menggunakan T-shirt warna hitam tergeletak berlumuran Darah. Wajahnya tertelungkup mencium aspal. Sosok itu adalah aku, Ya tak mungkin kau melupakan wajahku sendiri. Aku melihat orang-orang mulai ramai mengerubungi tubuhku, ahh aku takut mereka mengambil kameraku, aku segera berlari kearah kameraku yang terpental cukup jauh dari tempatku kecelakaan, dan ternyata tubuhku bias terbang!
                Namun saat aku ingin mengambil kamera itu, aku seperti memegang angina. Tas itu tak tersentuh aku mulai sedih karna tak bias mengambil kameraku itu, yaa tuhan …… bagaimana ini?
                Tubuhku dimasukan ke ambulance oleh beberapa orang polisi. Aku akhirnya memilih untuk ikut mengantar tubuhku disbanding mengejar orang yang mengambil kameraku karna aku tak ingin berpisah oleh tubuhku . aku semakin panic dan akhirnya ku putuskan untuk menemui Ikmal, aku tau rumah Ikmal gak jauh dari rumah sakit ini. Sampai rumah Ikmal aku Cuma menemukan Dara yang sedang duduk di teras rumah.
“ hai Dar, bang Ikmal ada?”
“ gak ada, belum pulang! Tadi sore pergi gak tau kemana.” Jawab Dara, tanpa bertanya lagi aku bergegas meninggalkan Dara.
“ ada pesan gak? Biar nanti Dara sampaikan?”
“ gak ada!” jawabku.
****
                Aku menangis tersedu-sedu setelah kupastikan tubuhku sudah tidak bisa bergerak lagi. Tubuhku dibawa kerumah, di rumah kulihat mama menangis tersedu-sedu, juga papa. Papa meremas-remas rambutnya, dari bibirnya terdengar erangan dan isak tangis bahwa ia sangat menyesal melepasku pergi sendirian membeli kamera. Kulihat mas dhani dan kak puri memegangi dan menciumi jasadku.
                Tetangga berdatangan. Mereka tampak sedih dan terkejut mendengar kabar kematianku. Tak lama kemudian Ikmal datang dia mencium keningku sambil menangis lalu terpekur sedih diujung kakiku. Melihat Ikmal datang aku semakin sedih dan menangis sejadi-jadinya. Aku mencoba membelai rambutnya tapi nihil , hampa dan kosong yang kurasa!
                Tiba-tiba muncul, Rio, Megi dan beberapa teman sekolahku yang rumahnya sekompleks denganku. Mereka saling berpandangan penuh air mata, dari bibir mereka ku dengar tentang pertemuan mereka denganku, terlebih Rio yang melihatku dirumah sakit, lengkap dengan pakaian pasien yang berwarna putih.
                Tuhan,, kenapa kau begitu cepat memanggilku? Meninggalkan semua temanku, meninggalkan Ikmal kekasihku tercinta. Dan kenapa aku tidak menyadari untuk berhati-hati kalau pertemuan-pertemuan itu adalah tanda akan datangnya kematianku ..
Andai saja aku tau kalau maut tengah mengintaiku .
-          The end -

Senin, 24 Oktober 2011

Perjalanan Hidup'ku #2


“Apa???? (dengan wajah kaget dan sedih)  masih ada???” ujar Dinda
“Sabar yaa sayang... kamu pasti kuat jalani cobaan ini, Bunda akan selalu ada buat kamu dan selalu suport kamu sayang... bunda juga sedih banget kenapa bisa seperti ini” ujar Bunda dengan meneteskan air mata.
Mereka kembali kerumah.
Dinda sangat kaget dan sedih mendengar penyakitnya itu muncul lagi. Dinda hanya bisa pasrah, sabar dan menangis. Dinda takut suatu saat nanti Dinda akan pergi untuk selama-lamanya. Dan Dinda gak mau meninggalkan Bundanya sendirian. Semua usaha akan terus ditempuh agar penyakitnya itu bisa sembuh.
Sejak mendengar perkataan dokter, Dinda jadi lebih semangat hidup dan akan selalu membahagiakan Bundanya. Dan jika suatu saat nanti Dinda pergi untuk selama-lamanya. Dinda tak akan sedih, karena dia sudah menjadi yang terbaik untuk Bundanya.
Hari demi hari telah Dinda jalani bersama penyakit itu dan kini penyakit itu semakin parah. Benjolan didalam tulangnya itu mulai membesar. Harapan hidup Dinda kini kian mengecil. Tetapi Dinda akan selalu semangat walaupun penyakit yang dideritanya itu sulit untuk disembuhkan.
Saat dikampus, Dinda tetap semangat dan tak ingin terlalu memikirkan tentang penyakitnya itu.
“Ref...” dinda memanggil Refi
“Iya Din.. ada apa??” tanya Refi
“Apa loe masih mau jadi teman gue disaat gue punya penyakit ini??” tanya Dinda
“Mank loe sakit apa lagi Din...???” tanya Refi
“Penyakit gue yang sempat hilang sekarang muncul lagi... dan akan semakin parah” jawab Dinda
“APA??? (sangat kaget) bukannya penyakit itu sudah hilang yaa??” ujar Refi
“Iya itu dulu, sekarang muncul lagi dalam hidup gue, gue takut Ref...” Ujar Dinda sambil meneteskan air mata
“Loe tenang ajah Din... gue akan selalu ada disamping loe J” jawab Refi
“Thanks banget yaa Ref, gue senang banget  punya teman seperti loe!!” ujar Dinda
“Iya Din sama-sama” jawab Refi
Refi terus memikirkan tentang penyakit yang diderita Dinda. Dia akan selalu membuat Dinda bahagia dengan mensuport Dinda dan tak ingin membuat Dinda sedih. Pada akhirnya Refi memutuskan untuk menjalin hubungan dengan Dinda, agar Dia bisa terus bersama dan agar mereka bisa melengkapi satu sama lain.
Keesokan harinya Refi pergi kerumah Dinda untuk menyatakan perasaan yang selama ini Refi pendam.
“Assalamu’alaikum (dengan mengetok pintu) “ ucap Refi
“Wa’alaikum salam nak Refi...” jawab Bunda
“Dindanya ada tante??” tanya Refi
“Ada kok... sebentar yaa tante panggil’kan dulu, silahkan duduk nak Refi..” ujar Bunda
“Iya tante..” jawab Refi
Tak lama kemudia Dinda datang dengan memegang boneka beruang kesayangannya.
“Ref... ada apa loe kerumah gue?? Tumben... kok gak kasih kabar dulu??” tanya Dinda
“Gue sengaja gak kasih tahu loe, biar surprise gitu... (sambil tersenyum)” jawab Refi
“Ah loe ini ada-ada ajah... (sambil tersenyum)” ujar Dinda
“Kita bisa ngomong sebentar??” tanya Refi
“Mank mau ngomong apa?? Kayaknya serius banget deech..” ujar Dinda
“Iya ini memang serius Din... langsung aja yaa??? Sebenarnya gue..............” ujar Refi
Ketika mereka sedang ngobrol Bundanya Dinda datang dengan membawa minuman untuk Refi.
“Nak Refi silahkan diminum airnya...” ucap Bunda
“Iya tante, terimakasih...” jawab Refi
“Kalau gitu terusin ngomongnya, tante mau masak dulu...” ujar Bunda
Mereka meneruskan pembicaraannya.
“Tadi loe mau ngomong apa Ref???” tanya Dinda
“Gue..... sebenarnya gue.....” ucap Refi dengan gugup
“Loe kenapa??? Ih ngomong kok setengah-setengah sich??” Ujar Dinda
“GUE SUKA, SAYANG, dan CINTA sama LOE DIN !!! (dengan lantang)” ucap Refi
“Loe suka sama gue Ref??? Sejak kapan???” tanya Dinda
“Sejak gue kenal loe.. loe itu tipe cewek yang selama ini gue cari Din...” jawab Refi dengan malu
“Kenapa loe baru ungkapin sekarang???” tanya Dinda
“Iya... gue beraninya sekarang Din.... gimana loe mau gak jadi pacar gue??” ujar Refi
“Gimana yaa??? Loe tau kan gue itu penyakitan?? Dan gue gak lama hidup di dunia ini... jujur sebenarnya gue juga sama loe...” jawab Dinda
“Gue gak peduli sama penyakit loe, gue mau ikut ngerasain apa yang loe rasain, karena gue sayang sama loe dan gue mau jalanin hidup gue sama loe. Gue Cuma mau raga dan hati loe, gue gak peduli sama penyakit loe Din...” jelas Refi
“Loe semudah itu ngomong kayak gitu.. apa suatu saat nanti loe siap kalo harus kehilangan gue untuk selama-lamanya??? Apa loe sanggup ngukir kenangan kita kalau pada akhirnya gue mati??? Dan semuanya bakalan sia-sia” ujar Dinda dengan meneteskan air mata
“Sekali lagi GUE GAK PEDULI !!! (dengan nada tinggi dan meneteskan air mata) yang gue mau sekarang, gue mau loe jadi pacar gue, gue janji gue bakalan jaga loe baik-baik dan gue bakalan buat loe bahagia... please jangan hancurin hati gue (sambil memegang tangan Dinda) “ ujar Refi
“Baik’lah kita jalani ajah dulu....” jawab Dinda
“Yaudah mulai sekarang kita pacaran yaa???” Ujar Refi
“Iya Ref...” jawab Dinda
Mereka pun menjalin hubungan. Setiap hari mereka selalu bersama dan saling perhatian. Refi senang sekali karena dia telah mendapatkan belahan jiwanya dan ia berjanji dengan setulus hatinya kalau dia akan selalu sayang dan selalu ada disamping dia hingga dia menutup mata. Dan Dinda merasa bahagia karena Refi benar-benar tulus sayang dengannya. Dinda pun berjanji gak akan kecewain Refi dan akan mengukir kenangan yang indah bersama Refi. Dan kini Dinda merasa bahwa dirinya sangat berarti dan tetap tersenyum melawan penyakit itu.
Suara hape Dinda berbunyi....... Hape yang berisi sebuah pesan baru dari Rio teman lamanya Dinda. Didalam pesan itu tertulis kalau Rio mengajak Dinda untuk bertemu. Dan mereka bertemu disebuah cafe.
“Hey... ada apa nih loe ngajak gue ketemuan??” tanya Dinda
“Ada bisnis yang gue mau tawarin ke loe..” jawab Rio
“Bisnis apa???” tanya Dinda
“Loe suka nulis kand??” tanya Rio
“Iya.. sekarang gue lagi bikin novel gue yang kedua..” jawab Dinda
“Kita punya hoby yang sama... sekarang gue lagi mau ngorbitin novel ke’5 gue...” ujar Rio
“Oh yaa??? Terus bisnis apa??” tanya Dinda
“Loe selesain dulu novel loe yang kedua, terus loe serahin kegue novel loe yang pertama dan kedua.. terus kita orbitin bareng-bareng novel loe dan novel gue... gimana?? Jawab Rio
“Emm.. boleh juga tuh... oke dech nanti gue lanjutin novel gue... thanks yaa udah mau ngajak gue kerjasama sama gue??” ujar Dinda
“Oke sama-sama, sesama penulis kand harus saling bantu... oO iya kalau ada kesulitan bilang gue ajah, siapa tau gue bisa bantu...” ujar Rio
“Oke.. kalau gitu gue duluan yaa?? Coz ada jam kuliah... bye...” ujar Dinda
“Oke.. bye..” jawab Rio
Dinda menuju kampus dan sesampainya dikampus Dinda bertemu dengan Henita.
“Dinda...” Henita memanggil
“Iya Hen ada apa??” jawab Dinda
“Gue mau minta pendapat loe nih...” ujar Henita
“Pendapat apa dan tentang apa??” tanya Dinda
“Gue suka sama Refi Din.... dan gue mau nyatain perasaan gue ke dia (dengan wajah bahagia)” Jawab Henita
“Oh... (dengan wajah sedih dan kaget)” jawab Dinda dengan singkat
“Kok respon loe Cuma OH doank sich?? Gue minta pendapat loe Din....” ujar Henita
“Yaudah lebih baik loe jujur ajah tentang perasaan loe ke Refi” Jawab Dinda dengan lemas
“Oke dech ntar gue coba ngomong sama Refi... temenin gue ke perpustakaan yuk??? Disana ada Refi dan gue mau ngomong sama dia tentang perasaan gue..” ujar Henita
“Kenapa gak loe ajah???” tanya Dinda
“Ih Dinda.... gue mau sama loe, biar loe tau Din....udah ayukk....(sambil menarik tangan Dinda) “ ujar Heita
Sesampainya diperpustakaan Refi sedang membaca buku dan mereka menghampiri Refi.
“Refi... lagi ngapain nih(dengan tersenyum)???” tanya Henita
“Lagi baca buku ajah nih... ada apa??” tanya Refi
“Gue mau ngomong sesuatu ini penting banget tentang perasaan gue ke loe...” jawab Henita
“Perasaan apa???” tanya Refi
“Gue suka sama loe.. bahkan gue sayang sama loe” jawab Henita
“Loe suka sama gue (dengan wajah kaget dan langsung menoleh ke Dinda) kok loe bisa suka sama gue???” tanya Refi
“Iya Ref gue suka sama loe, kand gue udah pernah bilang waktu dirumah sakit dan waktu loe bilang suka sama Dinda..” jawab Henita
Mereka terdiam sejenak dan Dinda terlihat cemburu mendengar pengakuan perasaan Henita kepada Refi. Padahal Dinda dan Refi sudah jadian dan Dinda percaya kepada Refi kalau dia tak akan menyakiti dan mengkhianatinya. Dinda hanya bisa diam.
“Tapi loe tau kan gue suka sama Dinda???” ujar Refi
“Iya gue tau, dan gue gak peduli... kalau emang harus cinta segitiga.. yang penting gue bisa memiliki loe Ref, sorry yaa Din.. gue ngomong giniy didepan loe.. perasaan gak bisa dibohongi” ujar Henita
“Iya emang seharusnya loe itu jujur, jangan sampai loe nyesel... masalah gue, gue gak apa-apa kok, loe tenang ajah gak uah khawatir” jawab Dinda dengan lemas
“Udah..udah.. jangan diterusin!!!” ujar Refi dengan suara lantang
“Terus gimana Ref??? Loe terima gue gak?? Gue pengen banget jadi pacar loe...” ujar Henita
“Nanti gue fikirin lagi... gue masih bimbang... loe tau kand gue sukanya sama Dinda..” jawab Refi
“Gue tunggu jawaban loe nanti malam... jam 19.00 gue tunggu di cafe biasa..”
“Iya InsayaAllah...” jawab Refi
“Yaudah kita berdua duluan yaa (sambil menarik tangan Dinda)??? Ujar Henita
“Iya..” jawab Refi
Mereka pulang bersama dan selama diperjalanan mereka membicarakan kejadian tadi diperpustakaan bersama Refi.
 “Din.. gimana menurut loe??? Refi bakalan terima gue gak yaa???” tanya Henita
“Yaa... kita lihat ajah nanti malam...” jawab Dinda
“Doaín yaa Din.. semoga Refi terima gue buat jadi pacarnya..” ujar Henita
“Iya.. amin (dengan lemas)..” Jawab Dinda
“Loe kenapa lemas gitu??? Dan muka loe pucat banget Din... loe sakit???” tanya Henita
“Iya.. kepala gue pusing dan punggung gue sakit banget... bisa loe gantiin gue??? Loe yang bawa mobilnya??” jawab Dinda
“Iya...iya... tahan yaa Din?? Sekarang kita kerumah sakit.. gue gak mau loe kenapa-kenapa!!!” ujar Henita dengan wajah cemas
Henita segera membawa Dinda kerumah sakit dan sesampainya dirumah sakit, Dinda langsung diperiksa. Dan Henita memberitahukan tentang ini ke Bunda dan Refi.
Tak lama Bunda dan Refi datang secara bersamaan dan Bunda langsung menanyakan apa yang terjadi dengan Dinda.
Dokter keluar dari ruangan.
“Apa yang terjadi dengan anak saya dok??” tanya Bunda dengan meneteskan air mata
“Anak ibu mengalami penyakit yang cukup serius..” jawab Dokter
“Apa penyakit kankernya itu muncul lagi dok??” tanya Bunda
“Iya ibu.. bahkan benjolan itu semakin besar” jawab Dokter dengan singkat
“Kalau gitu apa yang harus dilakukan agar anak saya bisa sembuh??” tanya Bunda
“Kita tunggu hasil laboratorium... jadi ibu harus bersabar...” jawab Dokter
Bunda kaget mendengar hal itu dan Bunda langsung menemui Dinda.
“Nak... sakit sekali yaa?? Sabar sayang...” ujar Bunda dengan mengelus kepala Dinda
“Iya bun... kenapa mesti muncul lagi penyakit ini?? Sekarang Dinda bisa ngerasain benjolan dipunggung Dinda bu.... dan kian hari kian membesar.. dinda takut...” jawab Dinda
“Kenapa selama ini kamu diam saja sayang??? Kenapa kamu gak bilang sama Bunda??” tanya Bunda
“Dinda Cuma gak mau lihat Bunda sedih.. biar penyakit ini Dinda yang rasakan sendiri..” jawab Dinda
“Yang sabar yaa sob...” ujar Henita
“Iya...” jawab Dinda
“Nak Heni, nak Refi... tanten titip Dinda yaa??? Tante mau berbicara dengan dokter.” Ujar Bunda
“Iya tante..” jawab Refi
Selama beberapa minggu Dinda memang menyembunyikan tentang penyakit dan benjolan itu karena Dinda tak ingin membuat orang disekitarnya merasa sedih.
“Ref.. Hen...” Dinda memanggil
“Kenapa Din??” tanya Henita
“Hen... sebenarnya gue dan Refi itu udah jadian sejak satu minggu yang lalu..” jawab Dinda
“Apa?? Jadian??? Kenapa loe gak jujur sama gue Din??? Kalau tau gitu gue gak akan nembak Refi.. karena Refi udah milik loe...” ujar Henita dengan meneteskan air mata
“Gue bakalan jujur sama loe,, kalau waktunya udah tepat” jawab Dinda
Refi hanya bisa terdiam dan tak bicara sedikitpun.
“Ref....” panggil Dinda
“Iya sayang...” jawab Refi
“Aku gak mungkin bisa bahagiain kamu... aku cuma benalu yang gak ada artinya dihidup kamu..” ujar Dinda
“Kamu gak boleh ngomong gitu, aku sayang kamu apa adanya...” jawab Refi
“Tapi.. buat apa kamu hidup sama orang yang penyakitan dan bakalan mati??” tanya Dinda
“Din... Refi benar... Dia sayang loe apa adanya..” ujar Henita
“Loe suka bahkan sayang kand sama Refi???” tanya Dinda
“Iya.. tapi Refi udah jadi milik loe... gue ikhlas dan rela kalau Refi sama loe.. karena loe sahabat gue..” jawab Henita
“Jujur Ref... aku gak mau kehilangan kamu dan pisah sama kamu..” ujar Dinda
“Aku juga Din....” jawab Refi
“Kalau gitu... sekarang kamu nyatakan cinta sama Henita (sambil menarik tangan Refi dan Henita)” ujar Dinda
“Tapi aku gak akan bisa... hidup sama dua orang cewek...” jawab Refi
“Iya Din... gue juga gak mungkin hidup sama Refi yang jelas-jelas udah jadi milik loe..” ujar Henita
“Please turutin kemauan gue sebelum gue menutup mata..” ujar Dinda
“Loe gak akan pergi Din...” saut Henita
“Gue akan semangat hidup kalau kalian berdua jadian... dan gue ikhlas kalau kita harus hidup bertiga dengan cinta segitiga.. karena kekurangan gue bisa loe lengkapi Hen... jadi Refi tetap punya cinta yang lengkap dan sempurna meskipun gue gak sempurna, dan keputusan ini bisa bikin hidup gue semangat dan optimis dalam melawan penyakit ini” jelas Dinda dengan menguraikan air mata
“Baik’lah sayang.. kalau ini mau’mu.. aku gak bisa nolak, selanjutnya terserah Henita dia bisa terima or gak..” jawab Refi
“yaudah Ref, Din.. gue setuju... ini demi kesehatan loe dan loe harus semangat!!!” ujar Henita
Mereka menjalani hubungan yang seharusnya mereka tidak jalani. Namun karena kebesaran hati Dinda untuk bisa menerima orang ketiga dalam hubungannya, dia yakin dia akan tetap bahagia dengan jalan hidupnya ini.
Tak lama Dokter dan Bunda datang..
“Kamu harus dioperasi lagi nak...” ujar Bunda
“Iya Bun.. Dinda siap.. Dinda mau penyakit ini benar-benar hilang dari tubuh Dinda” jawab Dinda]
“Baik’lah... saya akan mempersiapkan alat-alat operasinya” ujar Dokter
Sementara dokter menyiapkan alat-alat operasinya. Bunda, Dinda, Refi dan Henita shalat berjamaah diruang kamar Dinda.
Setelah selesai.. dinda langsung dibawa keruang operasi dengan senyum yang indah.
“Semangat Din.. loe pasti sembuh...” ujar Henita
“Iya Hen.. amin... gue titip Refi yaa??? Tenangin diri dia dan yakinin kalau gue bakalan baik-baik ajah” jawab Dinda
“Iya Sob...”J
Operasi berjalan selama satu jam karena penyakit itu harus benar-benar diangkat dari tubuh Dinda. Bunda, Henita dan Refi menunggu dengan cemas dan takut. Mereka terus berdoa agar operasinya lancar dan Dinda benar-benar bisa sembuh.
Akhirnya operasi selesai dan dokter keluar dari ruang operasi.
“Gimana dok???” tanya Bunda
“Alhamdulillah lancar bu... tapi Dinda masih belum sadarkan diri karena pengaruh dari obat bius. Saya permisi bu..” jawab Dokter
“Iya dok terimakasih..” ujar Bunda
Dinda langsung dibawa keruangannya.dan Bunda, Refi, Henita langsung menemui Dinda. Beberpa menit kemudian Dinda sadarkan diri.
“Alhamdulillah sayang kamu udah sadar.. gimana?? Masih sakit nak??” tanya Bunda
“Masih Bun.. tapi Cuma sedikit.. mungkin karena jahitan ajah yaa Bun???” jawab Dinda
“Iya sayang... sekarang kamu sudah benar-benar sembuh sayang..” ujar Bunda
“Iya Bun.. ini semua berkat Bunda yang udah doaín aku dan juga karena Refi dan Henita. Thanks yaa Ref, Hen....??” Jawab Dinda
“Iya Din sama-sama gue senang banget, coz loe bakalan sembuh seperti dulu...” ujar Henita
“Iya Hen... gue juga senang banget” jawab Dinda
Selama Dinda dirawat dirumah sakit, Refi dan Henita menemani sampai Dinda benar-benar sembuh dan boleh pulang. Dengan cinta segitiga yang mereka jalani, ternyata membuat mereka bahagia dan saling melengkapi satu sama lain. Dan mereka berjanji gaka akan mengecewakan satu sama lain dan akan selalu menjaga kepercayaan mereka masing-masing.
Dinda diopname selama 4 minggu dan akhirnya Dinda pulang kerumah dengan wajah ceria dan ia langsung melanjutkan novelnya karena selama ia sakit, dia gak bisa melanjutkan novelnya.
Dinda butuh waktu selama 1 tahun untuk menyelesaikan novelnya yang akan diorbitkan bersama teman lamanya yaitu Rio. Meskipun butuh waktu lama Dinda tetap semangat.
Dinda terus membagi waktu antara kuliah dengan hobbinya menulis. Setiap ada jam kosong, ia memanfaatkan waktunya untuk belajar dan setelah itu melanjutkan novelnya hingga selesai. Dia akan mewujudkan cita-citanya yaitu sebagai penulis yang handal. Dengan bantuan Rio, dukungan Dari Bunda, dari kekasihnya “Refi” dan Henita sahabatnya Dinda bisa meraih itu semua.
Dinda tak pernah patah semangat , dan dia selalu optimis kalau dia pasti bisa.
Satu tahun telah berlalu dengan kebahagiaan yang Dinda dapat dan kini karya novel Dinda telah berhasil diorbitkan bersama novel milik Rio. Mereka bekerjasama dengan penuh keyakinan. Dinda merasa bahagia karena karyanya yang berjudul “AKU TETAP MELANGKAH” dapat diterima dimasyarakat dan mendapat respon yang baik.
Bunda, Refi dan Henita merasa bangga dengan Dinda karena dia telah berhasil meraih cita-citanya sebagai penulis
Kuliah Dinda 3 minggu lagi akan selesai dan dia akan lulus dengan gelar SARJANA.
Acara kelulusan telah tiba...
“Bun.. ayo bun cepat,, nanti telat...” teriak Dinda
“Iya sayang sebentar....” jawab Bunda
“Dinda tunggu mobil yaa Bun...” ujar Dinda
“Iya nak... Bunda udah siap nih... ayo kita berangkat” jawab Bunda
Mereka berangkat ke acara kelulusan Dinda. Dan Dinda memakai pakaian kebaya yang sangat anggun dan cantik.
Sesampainya di acara tersebut Dinda langsung ditarik Refi.
“Din.... ayo ikut aku (sambil menarik tangan Dinda), aku mau ngomong sesuatu sama kamu..” ujar Refi
“Iya.. Iya.. Ref...  sebentar yaa Bun..” Ujar Dinda
“Kamu mau ngomong apa sayang???” tanya Dinda
“Aku gak mau kehilangan dan jauh dari kamu setelah kita lulus. Aku mau sama kamu selamanya... sebagai tanda ikatan cinta kita... aku akan memberikan kamu sebuah cincin berinisial “R Love D”.... Ujar Refi
“Yaa ampun sayaang... makasih banget yaa??? Aku janji akan selalu pakai cincin ini... tapi???” jawab Dinda
“Tapi apa cinta’ku yang cantik??? J” tanya Refi
“Gimana dengan Henita?? Kamu gak mikirin perasaan dia??? Aku gak mau loch bahagia diatas penderitaan orang lain.. aku mau terima cincin dari kamu tapi kamu juga kasih cincin yang sama tapi berinisial “R Love H” kalau kamu gak mau, aku juga gak mau terima cincin dari kamu.. kamu udah lupa sama cinta segitiga kita???” Jelas Dinda
“Kamu gak usah khawatir say.. aku juga udah beli cincin buat dia ko???” jawab Refi
"Huft kamu... kamu kira pacar kamu cuma aku doank ??" ujar Dinda
Refi hanya tersenyum
“Yaudah... yuk.. acara udah mau dimulai nih.... kita cari Henita juga...” ujar Dinda
“Dari tadi aku gak liat Henita..." jawab Refi
"Yaudah sebentar yaa say.. aku coba hubungin dia dulu" ujar Dinda
Tak lama Henita datang dengan senyum'nya..
"Hay Din.. hay Ref.. sorry telat udah mulai belum acara'nya??" tanya Henita
"Belum mulai ko Hen... ada sesuatu yang aku mau kasih ke kamu.." ujar Refi
"Apa?" tanya Henita
"Niyh buat kamu (sambil menyerahkan cincin)" ucap Refi
"Apa niyh Ref?? (sambil membuka).. yaa ampun... bagus dan cantik banget... buat apa niyh?? aku kan gak lagi ulang tahun.." Tanya Henita
"Aku mau bertunangan dengan'mu dan Dinda.... Kalian belahan jiwa'ku" jawab Refi
"Tapi Dinda???" tanya Henita
"Tenang Hen... gue juga udah dapet ko cincin itu dari Refi juga!" ujar Dinda
"Oo... jadi kita akan hidup bertiga selamanya??" tanya Henita
"Iya donk tentu.." ujar Dinda
"Baik'lah.. semoga orangtua'ku setuju yaa dengan pertunangan cinta segitiga ini??" jawab Henita
"Iya amin..." ujar Refi
Mereka menuju aula tempat acara berlangsung
Dan waktu'pun berlalu. Acara tersebut sudah selesai
"Hen.. Din.." Refi memanggil
"Apa sayang..." jawab Dinda dan Henita dengan kompak
"Aduucchh sayang-sayang'ku ini kompak juga yaa??" ujar Refi
"Hehehe iya donk.. kan kita harus terus kompak selamanya" jawab Dinda
"Yaudah sekarang aku mau kita ke orangtuanya Henita untuk minta persetujuan tentang cinta segitiga cinta kita ini" ujar Refi
"Apa?? secepat ini kah?" jawab Henita
"Iya.. soal'nya aku gak mau kehilangan kamu ataupun Dinda.. nikah'nya nanti saja kita pikirkan lagi" ujar Refi
"yaudah kalo gitu.. semoga dapat restu yaa??" jawab Henita
"Amin.." ujar Dinda dan Refi
Mereka pun menuju orangtua'nya Henita yang sedang ngobrol dengan orantua'nya Dinda. Sebenar'nya kedua orangtuanya Dinda sudah mengetahui tentang cinta segitiga mereka. Kedua orangtua Dinda percaya dengan Refi, kalau Refi akan bersikap adil dengan Dinda dan Henita.
"Kebetulan banget orangtuanya Henita sedang bersama orangtuanya kamu Din" ujar Refi
"Aduuhh ko aku jadi gemeteran dan deg deg'an gini yaa??" ucap Henita
"Sama niyh aku juga. kamu yakin Ref??" tanya Dinda
"Yakin 1000 % sayang... udah berdoa ajah" jawab Refi
"Hay tante.. om.. (sambil mencium tangan)..." ujar Refi
"Iya nak Refi... ada apa??" tanya ibunya Henita
"Saya ingin bertunangan dengan anak tante dan om .." jawab Refi dengan gugup
"Benar'kah nak Refi??" tanya Ibunya Henita
"Iya tante.." jawab Refi
"Kalau gitu tante dan om setuju nak.." ujar Ibunya Henita
"Tapi om tante..." ucap Refi
"Tapi kenapa nak Refi ??" tanya Ibunya Henita
"Apa tante dan om setuju kalau Henita hidup dengan aku dan Dinda??" jawab Refi
"Maksud kamu apa??" tanya ayahnya Henita
"Aku juga sudah melamar Dinda... Henita dan Dinda setuju dengan hal ini.. aku akan menikahi kedua wanita yang aku cintai.. yaitu Henita dan Dinda" Jawab Refi
"Apa kamu yakin akan keputusan ini?? hidup dengan dua orang wanita tidak mudah.. dan apa kamu bisa bersikap adil dengan mereka berdua??" ujar ibunya Henita
"Aku sudah memikirkan ini dengan matang-matang... dan aku yakin bisa.. kedua orangtua'ku juga sudah setuju karena kedua orangtua'ku juga sudah kenal baik dengan mereka." jawab Refi
"Yasudah.. kalau ini bisa membuat Kamu, Henita dan Dinda bahagia.. tante dan om setuju" ujar ibunya Henita
"Bener tante?? alhamdulillah.. aku janji.. aku akan bahagia'in mereka.." jawab Refi dengan semangat dan bahagia
Waktu terus berjalan.. mereka menjadi orang yang sukses dengan kemampuan mereka masing-masing. Dan pada akhirnya pernikahan cinta segitiga itu tiba. Kedua wanita yang sangat dicintai Refi sangat cantik dengan gaun yang mereka pakai. Dan pada akhir'nya mereka hidup berbahagia dengan cinta segitiga yang mereka jalani. 
 
- SELESAI -
:) :) :) :) :) :)
 
Salam V-Nity :)

coment-coment Vty, Mrz, Dlz